Senin, 19 Mei 2014

Gabungan Politik Indonesia ( GAPI )

Nama : Rensy Novianny ( 06121004030 ) Septian Virgo Netra ( 06121004023 ) Dosen Pembimbing : Dra. Isputaminingsih, M. Hum Hudaidah, S. Pd. M. Pd Prodi : Pendidikan Sejarah Mata Kuliah : Sejarah Nasional Indonesia IV Gabungan Politik Indonesia ( GAPI ) A. Awal Berdirinya GAPI Perkembangan dari Gerakan Nasional Indonesia setelah gagalnya Petisi Sutarjo adalah dibentuknya GAPI yang merupakan organisasi hasil kerjasama dari partai-partai politik dan organisasi - organisasi yang ada di Indonesia. Pembentukan federasi pada mulanya diusulkan oleh PSII pada bulan April 1938 dengan pembentukan Badan Perantara Partai Politik Indonesia (Bapepi). Oleh karena pembentukannya kurang lancar, Parindra mengambil inisiatif untuk membentuk kembali Konsentrasi Nasional. Sebagai alasan yang mendorong dan mempercepat terbentuknya federasi tersebut adalah : a. Kegagalan dari Petisi Sutarjo, b. Adanya masalah internasinal dengan munculnya Fasisme khususnya di Jerman, c. Sikap dari pemerintah kolonial yang kurang memperhatikan rakyat Indonesia. Ketiga hal tersebut menjadi tantangan bagi pemimpin – pemimpin Indonesia karena makin meningkatnya situasi internasional akibat pengaruh fasisme, oleh karena itu, pers Indonesia menyerukan agar kekalahan dalam forum Voldksraad ( Perjuangan Petisi Sutarjo ) dianggap sebagai cambuk untuk menuntut dan menyusun barisan kembali dalam suatu wadah persatuan berupa konsentrasi nasional. Parindra berpendapat bahwa perjuangan konsentrasi nasional haruslah memenuhi dua hal. Pertama bersifat ke dalam, yaitu dapat menyadarkan dan menggerakkan rakyat untuk memperoleh suatu pemerintah sendiri. Kedua bersifat ke luar, yaitu dapat menggugah pemerintah Belanda untuk menyadarkan cita-cita bangsa Indonesia dan kemudian memberikan perubahan-perubahan dalam pemerintahan di Indonesia. Kemudian diadakanlah pendekatan dan perundingan dengan PSII, Gerindo, PII, Pasundan, Persatuan Minagkabau, Partai Katolik untuk membicarakan masa depan Indonesia. Pada tanggal 21 Mei 1939 dalam rapat pendirian konsentrasi nasional di Jakarta berhasil didirikannya suatu organisasi yang merupakan kerjasama dari partai – partai politik dan organisasi – organisasi dengan nama Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Dalam rapat itu juga ditegaskan anggaran dasar dalam GAPI sehingga nantinya tidak timbul kekacauan. Anggaran dasar yang penting adalah ditegaskan bahwa masing-masing partai yang tergabung dalam GAPI tetap punya kemerdekaan penuh terhadap program kerjanya, dan bilamana timbul perselisihan antara partai-partai maka GAPI akan jadi penengahnya. Dalam anggaran dasarnya juga dijelaskan dasar-dasar dari GAPI, yaitu : a. hak untuk menentukan diri sendiri; b. persatuan dari seluruh bangsa Indonesia yang berdasarkan pada kerakyatan dalam paham politik, ekonomi, dan sosial; c. dan persatuan aksi seluruh pergerakan Indonesia. Sementara itu, GAPI dipimpin oleh Muhammad Husni Thamrin, Mr. Amir Syariffudin, dan Abikusno Tjokrosuyoso. B. Aksi - aksi GAPI GAPI pertama kali mengadakan konferensi pada 4 Juli 1939, dimana isinya membicarakan aksi GAPI yang bersemboyan “Indonesia Berparlemen.” Aksi pertama GAPI ini bertujuan membentuk suatu parlemen yang berdasarkan pada sendi-sendi demokrasi. Untuk mencapai tujuan dari aksi tersebut dan seiring dengan gentingnya situasi Eropa pada saat itu, maka pada 20 September 1939 GAPI mengeluarkan pernyataan yang dikenal sebagai Manifest GAPI. Isi dari pernyataan itu adalah mengajak rakyat Indonesia dan Belanda untuk bekerjasama menghadapi bahaya Fasisme, dimana kerjasama itu akan lebih berhasil bila rakyat Indonesia diberikan hak-hak baru dalam urusan pemerintahan. Cara dari kerjasama itu adalah membentuk suatu pemerintahan dengan parlemen yang dipilih dari dan oleh rakyat, dimana pemerintahan tersebut bertanggung jawab kepada parlemen. Untuk mendukung aksinya dan mendapat dukungan, GAPI mengadakan beberapa kegiatan. GAPI mengadakan rapat-rapat umum yang puncaknya terjadi pada 12 Desember 1939, yaitu dimana tidak kurang 100 tempat di Indonesia mengadakan rapat mempropagandakan tujuan GAPI. Aksi dari GAPI ini mendapat reaksi positif dari pers, dimana mereka memberitakan secara panjang lebar tentang GAPI dan sikap beberapa negara Asia dalam menghadapi bahaya Fasisme. GAPI juga membentuk Kongres Rakyat Indonesia atau KRI dan selanjutnya Comite Parlemen Inonesia. KRI diresmikan pada 25 Desember 1939 di Jakarta dalam Kongres Rakyat Indonesia pertama. Tujuan dari KRI adalah Indonesia Raya yang bertemakan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia dan kesempurnaan cita-citanya, dengan sasaran pertamanya adalah Indonesia berparlemen penuh. Keputusan penting lain dari kongres ialah penetapan Bendera Merah Putih dan lagu Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu persatuan Indonesia, serta peningkatan pemakaian bahasa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat. Kemudian dibentuklah Komite Parlemen Indonesia dengan maksud untuk lebih meningkatkan aksi-aksi GAPI, dimana panitia-panitia di daerah dianjurkan mengadakan kursus-kursus dan rapat-rapat tertutup untuk meyakinkan rakyat akan kewajibannya bersama-sama mewujudkan cita-cita bangsa. C. Respon Pemerintahan Belanda terhadap GAPI Tuntutan dari GAPI sendiri mendapat respon dari pemerintah Belanda. Tuntutan GAPI sendiri sempat dibicarakan dalam Tweede Kamer, yaitu pembahasan anggaran belanja Hindia, pada 26 Februari sampai 6 Maret 1940 dan hanya mendapat dukungan dari Social Demokratische Arbeiders Partij (SDAP) serta penolakan dari partai-partai lain. Pers di Belanda juga umumnya menolak dengan alsan belum waktunya. Hal yang baik adalah partai-partai dan pers di Belanda berpendapat bahwa perlu diadakan perubahan-perubahan di dalam pemerintahan di Indonesia mengngat keadaan Internasional yang memburuk. Pada bulan Agustus 1940, ketika negeri Belanda telah dikuasai oleh Jerman dan Indonesia dinyatakan dalam keadaan darurat perang. GAPI kembali mengeluarkan resolusi yang menuntut diadakannya perubahan ketatanegaraan di Indonesia dengan menggunakan hokum tatanegara dalam masa genting (nood staatsrecht). Isi resolusi yaitu mengganti Volksraad dengan parlemen sejati yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat, merubah fungsi kepala-kepala departemen (departemenshoofden) menjadi menteri yang bertanggungjawab kepada parlemen tersebut. Resolusi ini dikirimkan kepada Gubernur Jenderal, Volksraad, Ratu Wilhelmina dan kabinet Belanda di London. Menghadapi tuntutan itu, atas persetujuan pemerintah dibentuklah Commisie tot bestudeering van staatsrechtelijke hervorminogen atau komisi untuk menyelidiki dan mempelajari perubahan-perubahan ketatanegaraan. Komisi yang dikenal sebagai Komisi Visman ini dibentuk pada 14 September 1940. Komisi ini sendiri bertugas untuk mengumpulkan bahan-bahan apa yang menjadi keinginan dari Indonesia. D. Kemunduran GAPI Pembentukan Komisi Visman ini sendiri tidak begitu disetujui oleh kaum pergerakan. Mereka melihat pengalaman pada tahun 1918, dimana pernah dibentuk komisi serupa yang tidak menghasilkan apa-apa bagi rakyat Indonesia. GAPI sendiri mengumumkan bahwa anggota-anggota GAPI untuk tidak dibenarkan memberikan pendapat sendiri-sendiri kepada Komisi Visman. Hal ini bertujuan untuk menghindari ketidaksatuan pendapat dalam menghadapi Komisi Visman. Belakangan, sikap GAPI melunak setelah mendapat undangan resmi dari Komisi Visman. Sementara, beberapa anggota Volksraad mengajukan mosi yang lebih ringan, yaitu mengadakan kerjasama antara pemimpin Indonesia dan Belanda. GAPI berusaha agar tuntutannya didengar. Wakil-wakil GAPI dan Komisi Visman sempat mengadakan pertemuan di gedung Raad van Indie pada 14 Februari 1941. Tujuan awal dari pertemuan itu awalnya adalah menyampaikan tuntutan GAPI, tapi ternyata pertemuan ini tiedak menghasilkan sesuatupun, malah pertemuannya sendiri yang ramai dibicarakan kalangan pergerakan sehingga muncul anggapan GAPI tidak lagi radikal. Keinginan GAPI agar tuntutannya didengar sempat mendapat harapan saat menteri jajahan Welter dan van Kleffens datang berkunjung ke Indonesia pada April 1941. Kunjungan itu berubah menjadi sebuah kekecewaan karena Welter tidak memberikan solusi ke arah perubahan ketatanegaraan. Harapan bagi GAPI benar-benar hilang saat Ratu Wilhelmina mengadakan pidato di London dan pidato dari Gubernur Jenderal di Volksraad mengenai masa depan Indonesia. Situasi internasional yang memburuk akibat Perang Dunia II juga membuat pemerintah kolonial memperketat izin mengadakan rapat-rapat. Setelah itu rakyat Indonesia diberikan peraturan wajib bela atau inheemse militia. Daftar Pustaka : Poesponegoro , Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia V – Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda . –cet-2 Edisi Pemuktahiran. Jakarta : Balai Pustaka. Suhartono. 1994. Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908 – 1945. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senin, 19 Mei 2014

Gabungan Politik Indonesia ( GAPI )

Diposting oleh Rensy Novianny di 19.02
Nama : Rensy Novianny ( 06121004030 ) Septian Virgo Netra ( 06121004023 ) Dosen Pembimbing : Dra. Isputaminingsih, M. Hum Hudaidah, S. Pd. M. Pd Prodi : Pendidikan Sejarah Mata Kuliah : Sejarah Nasional Indonesia IV Gabungan Politik Indonesia ( GAPI ) A. Awal Berdirinya GAPI Perkembangan dari Gerakan Nasional Indonesia setelah gagalnya Petisi Sutarjo adalah dibentuknya GAPI yang merupakan organisasi hasil kerjasama dari partai-partai politik dan organisasi - organisasi yang ada di Indonesia. Pembentukan federasi pada mulanya diusulkan oleh PSII pada bulan April 1938 dengan pembentukan Badan Perantara Partai Politik Indonesia (Bapepi). Oleh karena pembentukannya kurang lancar, Parindra mengambil inisiatif untuk membentuk kembali Konsentrasi Nasional. Sebagai alasan yang mendorong dan mempercepat terbentuknya federasi tersebut adalah : a. Kegagalan dari Petisi Sutarjo, b. Adanya masalah internasinal dengan munculnya Fasisme khususnya di Jerman, c. Sikap dari pemerintah kolonial yang kurang memperhatikan rakyat Indonesia. Ketiga hal tersebut menjadi tantangan bagi pemimpin – pemimpin Indonesia karena makin meningkatnya situasi internasional akibat pengaruh fasisme, oleh karena itu, pers Indonesia menyerukan agar kekalahan dalam forum Voldksraad ( Perjuangan Petisi Sutarjo ) dianggap sebagai cambuk untuk menuntut dan menyusun barisan kembali dalam suatu wadah persatuan berupa konsentrasi nasional. Parindra berpendapat bahwa perjuangan konsentrasi nasional haruslah memenuhi dua hal. Pertama bersifat ke dalam, yaitu dapat menyadarkan dan menggerakkan rakyat untuk memperoleh suatu pemerintah sendiri. Kedua bersifat ke luar, yaitu dapat menggugah pemerintah Belanda untuk menyadarkan cita-cita bangsa Indonesia dan kemudian memberikan perubahan-perubahan dalam pemerintahan di Indonesia. Kemudian diadakanlah pendekatan dan perundingan dengan PSII, Gerindo, PII, Pasundan, Persatuan Minagkabau, Partai Katolik untuk membicarakan masa depan Indonesia. Pada tanggal 21 Mei 1939 dalam rapat pendirian konsentrasi nasional di Jakarta berhasil didirikannya suatu organisasi yang merupakan kerjasama dari partai – partai politik dan organisasi – organisasi dengan nama Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Dalam rapat itu juga ditegaskan anggaran dasar dalam GAPI sehingga nantinya tidak timbul kekacauan. Anggaran dasar yang penting adalah ditegaskan bahwa masing-masing partai yang tergabung dalam GAPI tetap punya kemerdekaan penuh terhadap program kerjanya, dan bilamana timbul perselisihan antara partai-partai maka GAPI akan jadi penengahnya. Dalam anggaran dasarnya juga dijelaskan dasar-dasar dari GAPI, yaitu : a. hak untuk menentukan diri sendiri; b. persatuan dari seluruh bangsa Indonesia yang berdasarkan pada kerakyatan dalam paham politik, ekonomi, dan sosial; c. dan persatuan aksi seluruh pergerakan Indonesia. Sementara itu, GAPI dipimpin oleh Muhammad Husni Thamrin, Mr. Amir Syariffudin, dan Abikusno Tjokrosuyoso. B. Aksi - aksi GAPI GAPI pertama kali mengadakan konferensi pada 4 Juli 1939, dimana isinya membicarakan aksi GAPI yang bersemboyan “Indonesia Berparlemen.” Aksi pertama GAPI ini bertujuan membentuk suatu parlemen yang berdasarkan pada sendi-sendi demokrasi. Untuk mencapai tujuan dari aksi tersebut dan seiring dengan gentingnya situasi Eropa pada saat itu, maka pada 20 September 1939 GAPI mengeluarkan pernyataan yang dikenal sebagai Manifest GAPI. Isi dari pernyataan itu adalah mengajak rakyat Indonesia dan Belanda untuk bekerjasama menghadapi bahaya Fasisme, dimana kerjasama itu akan lebih berhasil bila rakyat Indonesia diberikan hak-hak baru dalam urusan pemerintahan. Cara dari kerjasama itu adalah membentuk suatu pemerintahan dengan parlemen yang dipilih dari dan oleh rakyat, dimana pemerintahan tersebut bertanggung jawab kepada parlemen. Untuk mendukung aksinya dan mendapat dukungan, GAPI mengadakan beberapa kegiatan. GAPI mengadakan rapat-rapat umum yang puncaknya terjadi pada 12 Desember 1939, yaitu dimana tidak kurang 100 tempat di Indonesia mengadakan rapat mempropagandakan tujuan GAPI. Aksi dari GAPI ini mendapat reaksi positif dari pers, dimana mereka memberitakan secara panjang lebar tentang GAPI dan sikap beberapa negara Asia dalam menghadapi bahaya Fasisme. GAPI juga membentuk Kongres Rakyat Indonesia atau KRI dan selanjutnya Comite Parlemen Inonesia. KRI diresmikan pada 25 Desember 1939 di Jakarta dalam Kongres Rakyat Indonesia pertama. Tujuan dari KRI adalah Indonesia Raya yang bertemakan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia dan kesempurnaan cita-citanya, dengan sasaran pertamanya adalah Indonesia berparlemen penuh. Keputusan penting lain dari kongres ialah penetapan Bendera Merah Putih dan lagu Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu persatuan Indonesia, serta peningkatan pemakaian bahasa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat. Kemudian dibentuklah Komite Parlemen Indonesia dengan maksud untuk lebih meningkatkan aksi-aksi GAPI, dimana panitia-panitia di daerah dianjurkan mengadakan kursus-kursus dan rapat-rapat tertutup untuk meyakinkan rakyat akan kewajibannya bersama-sama mewujudkan cita-cita bangsa. C. Respon Pemerintahan Belanda terhadap GAPI Tuntutan dari GAPI sendiri mendapat respon dari pemerintah Belanda. Tuntutan GAPI sendiri sempat dibicarakan dalam Tweede Kamer, yaitu pembahasan anggaran belanja Hindia, pada 26 Februari sampai 6 Maret 1940 dan hanya mendapat dukungan dari Social Demokratische Arbeiders Partij (SDAP) serta penolakan dari partai-partai lain. Pers di Belanda juga umumnya menolak dengan alsan belum waktunya. Hal yang baik adalah partai-partai dan pers di Belanda berpendapat bahwa perlu diadakan perubahan-perubahan di dalam pemerintahan di Indonesia mengngat keadaan Internasional yang memburuk. Pada bulan Agustus 1940, ketika negeri Belanda telah dikuasai oleh Jerman dan Indonesia dinyatakan dalam keadaan darurat perang. GAPI kembali mengeluarkan resolusi yang menuntut diadakannya perubahan ketatanegaraan di Indonesia dengan menggunakan hokum tatanegara dalam masa genting (nood staatsrecht). Isi resolusi yaitu mengganti Volksraad dengan parlemen sejati yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat, merubah fungsi kepala-kepala departemen (departemenshoofden) menjadi menteri yang bertanggungjawab kepada parlemen tersebut. Resolusi ini dikirimkan kepada Gubernur Jenderal, Volksraad, Ratu Wilhelmina dan kabinet Belanda di London. Menghadapi tuntutan itu, atas persetujuan pemerintah dibentuklah Commisie tot bestudeering van staatsrechtelijke hervorminogen atau komisi untuk menyelidiki dan mempelajari perubahan-perubahan ketatanegaraan. Komisi yang dikenal sebagai Komisi Visman ini dibentuk pada 14 September 1940. Komisi ini sendiri bertugas untuk mengumpulkan bahan-bahan apa yang menjadi keinginan dari Indonesia. D. Kemunduran GAPI Pembentukan Komisi Visman ini sendiri tidak begitu disetujui oleh kaum pergerakan. Mereka melihat pengalaman pada tahun 1918, dimana pernah dibentuk komisi serupa yang tidak menghasilkan apa-apa bagi rakyat Indonesia. GAPI sendiri mengumumkan bahwa anggota-anggota GAPI untuk tidak dibenarkan memberikan pendapat sendiri-sendiri kepada Komisi Visman. Hal ini bertujuan untuk menghindari ketidaksatuan pendapat dalam menghadapi Komisi Visman. Belakangan, sikap GAPI melunak setelah mendapat undangan resmi dari Komisi Visman. Sementara, beberapa anggota Volksraad mengajukan mosi yang lebih ringan, yaitu mengadakan kerjasama antara pemimpin Indonesia dan Belanda. GAPI berusaha agar tuntutannya didengar. Wakil-wakil GAPI dan Komisi Visman sempat mengadakan pertemuan di gedung Raad van Indie pada 14 Februari 1941. Tujuan awal dari pertemuan itu awalnya adalah menyampaikan tuntutan GAPI, tapi ternyata pertemuan ini tiedak menghasilkan sesuatupun, malah pertemuannya sendiri yang ramai dibicarakan kalangan pergerakan sehingga muncul anggapan GAPI tidak lagi radikal. Keinginan GAPI agar tuntutannya didengar sempat mendapat harapan saat menteri jajahan Welter dan van Kleffens datang berkunjung ke Indonesia pada April 1941. Kunjungan itu berubah menjadi sebuah kekecewaan karena Welter tidak memberikan solusi ke arah perubahan ketatanegaraan. Harapan bagi GAPI benar-benar hilang saat Ratu Wilhelmina mengadakan pidato di London dan pidato dari Gubernur Jenderal di Volksraad mengenai masa depan Indonesia. Situasi internasional yang memburuk akibat Perang Dunia II juga membuat pemerintah kolonial memperketat izin mengadakan rapat-rapat. Setelah itu rakyat Indonesia diberikan peraturan wajib bela atau inheemse militia. Daftar Pustaka : Poesponegoro , Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia V – Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda . –cet-2 Edisi Pemuktahiran. Jakarta : Balai Pustaka. Suhartono. 1994. Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908 – 1945. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

0 komentar on "Gabungan Politik Indonesia ( GAPI )"

Posting Komentar